UTUSANINDO.COM, PADANG – Salah satu fenomena perbankan adalah “trust”(kepercayaan) dan rush (menarik uang karena kehilangan percayaan). Apabila tingkat “trust” atau kepercayaan masyarakat kepada bank tersebut baik, maka masyarakat akan menyalurkan dan atau menyimpan uangnya di bank tersebut dan apabila percayaan tersebut berkurang, maka para nasabah akan menarik uangnya segera, apalagi secara massif (rush-money).
Kalau “rush” terjadi, tentu akan mempengaruhi kredibilitas manajemen bank tersebut.
Hal inilah Kadin sumbar merasa terpanggil melakukan hearing dengan DPRD Prov Sumatera Barat, melalui surat permohonan hearing pada tanggal 22 Februari 2021.
Dalam hearing pada tanggal 24 Februari 2021 di ruang Komisi 3 tersebut dihadiri oleh Ketum dan beberapa pengurus Kadin Sumbar dan Ketua Komisi 3 Bapak Afrizal dan Hidayat serta Bapak Murdani sebagai orang yang punya pengalaman dalam hal perbankan.
Dalam hearing tersebut Kadin mempertanyakan alasan penundaan pembahasan konversi Bank Nagari dari bank konvesional menjadi bank syari’ah yang hangat dibicarakan di medsos belakangan ini.
Bank Nagari sebagai bank konvensional dengan pemegang saham ex.officio pejabat gubernur dan bupati se-Sumatera Barat sebagai pemegang saham sudah memutuskan untuk melakukan konversi menjadi bank Syari’ah.
Keputusan tersebut, DPRD tentu akan menjalankan fungsi pengawasannya sebagai pihak yang punya peran untuk mengkaji konversi tersebut, disamping syarat-syarat konversi yang dikeluarkan oleh OJK.
Disebut dalam rapat tersebut bahwa konversi dari konvensional ke syari’ah banyak hal yang harus dipertimbangkan baik aspek tekhnis perbankan, manajemen perbankan maupun kemauan nasabah yang dianggap sebagai penentu dari konversi tersebut. Bank Nagari yang menguasai “market share” tertinggi (34%) di Sumatera Barat, sedangkan untuk bank syari’ah masih sangat rendah.
Disebutkan bahwa selama ini “market share” yang dicapai oleh bank-bank Syari’ah di Sumatera Barat paling “getol” dibawah 10% dan bahkan ada juga yang hilang namanya di dunia perbankan.
Dikhawatirkan market-share Bank Nagari yang 34% tersebut berkurang menjadi dibawah 10% apabila dikonversikan, ini akan menjadi tanggung jawab siapa ?
Selanjutnya Kreditur yang bermasalah yang jumlahnya 500 miliaran lebih tentu tidak mudah untuk dikonversikan.
Perlu juga dipahami bahwa saat ini adalah suasana pandemi Covid-19, yang telah memporakporandakan hampir semua sektor ekonomi di Sumatera Barat. Bagi yang bisa bertahan dalam berusaha sudah bisa dianggap sukses dalam menjalankan bisnisnya dimasa pandemi.
Dalam hearing yang cukup alot tersebut, sesuai dengan paparan dan argumentasi yang dipaparkan oleh Ketua Komisi 3 DPRD Prov. Sumatera Barat serta argumentasi dari Kadin Prov. Sumatera Barat, dengan ini Kadin Prov. Sumatera Barat mendukung DPRD Prov. Sumatera Barat untuk menunda pembahasannya apabila persyaratan untuk konversi tersebut tidak didasari oleh kajian-kajian yang profesional, tranparan dan akuntable serta kondisi saat ini.
Perlu dikhawatirkan hal-hal yang akan mengurangi “trust” (kepercayaan) deposan dan atau nasabah yang akan berujung pada “rush”; menarik uangnya di Bank Nagari karena konversi tersebut.
Disamping itu yang sangat penting adalah kalau bank Nagari gagal dalam bentuk syari’ah apa mungkin bisa dikembalikan lagi ke bank konvensional.(rel)
Discussion about this post