UTUSANINDO.COM- Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus tidak habis pikir kenapa pemerintah mewacanakan untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok (sembako) dan jasa pendidikan. Wacana ini tidak rasional dan pemerintah mesti menghentikannya.
Menurut dia, masyarakat resah mendengar khabar mengejutkan bahwa sejumlah bahan sembako dan jasa pendidikan akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Diduga draf revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) bocor dan beredar di tengah masyarakat
Jika memang benar ada wacana pemerintah tentang PPN untuk sembako dan jasa pendidikan tentu akan menaikkan harga dan jasa tersebut juga memicu inflasi. Dan yang sangat terpukul tentu saja masyarakat lapis bawah. Daya beli masyarakat yang sudah turun drastis di tengah kondisi masyarakat yang terbebani akibat pandemi Covid-19, pengangguran bertambah dan jurang kemiskinan makin menganga. Dengan tidak kena pajak saja masyarakat sudah kewalahan memenuhi kebutuhannya apalagi kalo di kenai pajak tentu akan membuat masyarakat bertambah susah, ujar Guspardi Minggu (13/6)
Disamping itu , wacana ini juga kontraproduktif dengan upaya pemulihan ekonomi yang tengah di lakukan pemerintah. Alih-alih meningkatkan perolehan pajak, justru menyebabkan pemulihan ekonomi akan semakin melambat, papar PolitisiPAN
Legislator asal Sumatera Barat itupun meminta Pemerintah konsisten memulihkan perekonomian, antara lain dengan berbagai stimulus dan memberikan lebih banyak insentif untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama penggerak ekonomi. Jangan malah memungut pajak sembako dan pendidikan yang akan menambah beban masyarakat.
Namun , ia mengaku hingga saat ini bahwa draf revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) itu belum sampai ke tangan DPR. Prosesnya tentu dimulai ketika surat presiden (surpres) telah diterima DPR. Kemudian pimpinan DPR akan membacakan surat tersebut dalam rapat paripurna. Lalu DPR akan membawa rancangan itu ke Badan Musyawarah (Bamus). Selanjutnya pimpinan DPR akan menunjuk alat kelengkapan dewan (AKD) mana yang akan membahas draf RUU KUP tersebut. Bisa Badan Legislasi atau bisa komisi terkait, tutur Anggota Baleg DPR RI ini.
Pemerintah seharusnya menggali potensi sumber pajak dari objek lain dengan melakukan reformasi fundamental regulasi perpajakan . Seperti menaikkan pajak untuk orang kaya, mengejar pengemplang pajak kelas kakap, atau menggali potensi pajak dan sumber penerimaan pajak lainnya, tegas Guspardi yang biasa disapa Pak GG ini.
Untuk itu, Pemerintah perlu mengedepankan sistem perpajakan yang berkeadilan. Kebijakan pajak perlu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, artinya lebih menguntungkan kelompok masyarakat menengah kebawah dan membantu masyarakat untuk survive. Jangan malah memaksakan memungut pajak sembako dan pendidikan dari rakyat. Batalkan saja wacana ini, karena akan membuat beban masyarkat semakin berat dan berdampak buruk bagi kehidupan hajat hidup masyarakat banyak, Pungkas anggota Komisi II DPR RI tersebut.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Yustinus Prastowo mengatakan, Pemerintah tidak akan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako dan pendidikan tahun ini.
Diketahui dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, sembako menjadi kelompok barang yang dikecualikan sebagai objek pajak. Peraturan Menteri Keuangan No. 99/2020 menyebutkan setidaknya ada 14 kelompok barang yang tidak dikenai tarif PPN, di antaranya adalah beras dan gabah, jagung, sagu, garam konsumsi, gula konsumsi, susu, kedelai, telur, sayur-sayuran, buah-buahan, ubi-ubian, serta bumbu-bumbuan.
Prastowo juga mengatakan, meski kerangka kebijakannya sudah ada, wacana kenaikan PPN untuk sembako hingga beberapa barang/jasa lainnya tak serta-merta diterapkan karena belum dibicarakan dengan DPR.
Discussion about this post