UTUSANINDO.COM, PADANG – Politisasi birokrasi jelang pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati maupun wali kota, bukan fenomena baru.
Malah persoalan ini bisa dikatakan beririsan seiring dengan ada pelaksanaan pilkada itu sendiri.
“Padahal saat ini kita ada di zaman Reformasi, terlebih lagi terhadap reformasi birokrasi dalam menciptakan tata pengelolaan pemerintahan yang bersih akuntabel dan kapabel,” kata Calon Wakil Gubernur Sumbar Genius Umar didampingi Ketua DPW PKB Sumbar Febby Dt Bangso Nan Putiah saat bincang-bincang di Padang, Kamis malam (3/12).
Dia menilai, ketika calon kepala daerah tidak lagi konsisten pada tata kelola pemerintahan yang bersih, apalagi dia berasal dari partai politik, nantinya bisa terbuka peluang partainya itu bisa melakukan intervensi terhadap jabatan-jabatan birokrasi.
“Padahal dalam pemetaan dalam jabatan birokrasi itu dilakukan melalui by system atau dasar profesional ada jangka yang harus diikuti,” ujar Calon Wakil Gubernur Sumbar nomor urut 3 ini.
Apabila rambu-rambu itu dilanggar, sebut Genius, apalagi dengan menggunakan intervensi politik menyebabkan ASN (birokrat) tidak lagi profesional.
“Bila seorang ASN bisa naik jabatannya jika dikaitkan dengan politik atau adanya intervensi dari tim sukses yang berasal dari parpol sang calon, Ini sangat berbahaya dan ini sangat merusak birokrasi,” tukas Wali Kota Pariaman yang sedang cuti ini.
Malah, lanjut Genius, dalam konsep publik administrasi ada pemisahan antara jabatan politik dengan jabatan birokrasi.
Kalau kepala daerahnya berasal dari jabatan politik, intervensinya jangan terlalu jauh pada birokrasi. Justru yang harus mereka lakukan yakni mengarahkan birokrasi itu melalui sekretaris daerahnya (Sekko atau Sekkab) dan juga mungkin sampai kepala dinasnya karena di mereka itu arah atau makronya.
“Tapi apabila ada partai tertentu yang membaiat birokrasi di suatu daerah maka daerah itu akan hancur nantinya,” kata Genius Umar.
Sementara, Febby Dt Bangso menerangkan kepala daerah itu memang sebuah jabatan politik, namun tidak serta merta orang partai politik bisa berada di dalam pemerintahan (birokrasi, red).
“Untuk diketahui, bukan elite politik yang buat komitmen terhadap OPD-OPD yang akan dilantik, namun sebaliknya,” kata Febby.
Ketika disinggung dalam suasana pilkada justru intervensi politik lebih dominan kepada birokrasi, Febby menilai hal itu jelas ada penyebabnya.
“Karena satu pihak ingin mengerogoti posisi birokrasi, dan pihak yang satunya lagi ingin mendapatkan jabatan. Bila sudah begitu dampaknya tidak akan adanya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih,” kata Febby.
Discussion about this post