UTUSANINDO.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengkritik rencana pembelakuan kebijakan wajib tes polymerase chain reaction (PCR) yang akan diterapkan secara bertahap kepada semua moda transportasi.
Meskipun Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 telah mengeluarkan adendum kedua Surat Edaran Nomor 21 Tahun 2021dimana masa berlaku hasil tes PCR untuk pelaku perjalanan angkutan udara diperpanjang menjadi 3×24 jam. Dan pemerintah telah menurunkan harga tes swab PCR menjadi kisaran Rp 275.000 di Jawa-Bali dan Rp 300.000 di luar Jawa-Bali tetapi harga tersebut dinilai masih cukup tinggi. Apalagi kalau di terapkan secara bertahap untuk moda transportasi umum lainnya, jelas ini tidak logis dan akan semakin memberatkan masyarakat, ujar Politisi PAN ini, Jumat (29/10).
Sejak awal ia mengaku tidak setuju penggunaan antigen atau PCR untuk syarat perjalanan dengan moda transportasi apapun. Jika merujuk hasil penelitian dari para pakar Epidemiologi yang mengatakan penggunaan tes PCR dinilai tidak akan efektif jika hanya digunakan sebagai pemeriksaan satu kali tanpa indikasi apapun misalnya indikasi kontak erat. Lebih baik memperketat protokol kesehatan seperti mendisiplinkan pemakaian masker dan menetapkan kapasitas penumpang 50–75 persen dengan pengaturan jarak antar penumpang serta menyediakan ruangan khusus untuk makan yang terpisah dari tempat duduk khusus untuk kereta api. Cara-cara itu dinilai para pakar Epidemiologi yang notabene ahli dibidangya lebih efektif dan membantu dibanding mewajibkan tes PCR, tutur anggota komisi Ii DPR RI itu.
Legislator asal Sumatera Barat ini menambahkan, bila pertimbangan pemerintah murni demi kesehatan dan mitigasi risiko gelombang ketiga Covid -19 menjelang nataru, jangan jadikan tes usap PCR sebagai syarat mutlak untuk perjalanan untuk semua moda transportasi. Rapid tes antigen dirasa cukup untuk melakukan skrinning dalam memantau mobilitas masyarakat. Dan tak kalah penting, bagaimana pemerintah lebih memasifkan lagi vaksinasi untuk rakyat, supaya tercipta kekebalan komunal atau Herd Imuunity.
Kemudian, berdasarkan laporan ICW sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021 ternyata keuntungan bisnis PCR sangat menggiurkan. Provider atau penyedia jasa layanan pemeriksaan PCR setidaknya mendapatkan keuntungan sekitar Rp10,46 triliun atau Rp. 1 triliun lebih perbulan. Kesan yang timbul dimasyarakat bahwa pemerintah lebih pro kepada pengusah yang mempunyai bisnis tes usap PCR ketimbang rakyat. Wajar juga kecurigaan masyarakat yang menduga telah terjadi “permainan” dengan menjadikan komuditas kesehatan sebagai ladang bisnis yang menguntungkan kelompok tertentu, ulas Guspardi yang akrab disapa Pak GG.
Oleh karenanya, pemerintah mesti segera membatalkan rencana syarat tes PCR untuk semua moda transportasi umum. Seharusnya Pemerintah perlu melakukan kajian mendalam dan menyiapkan berbagai alternatif dan solusi guna memitigasi risiko Covid-19. Rakyat jangan dikorbankan dengan kebijakan PCR ini. Semestinya Negara hadir untuk menjamin dan memberikan perlindungan kesehatan yang maksimal, tanpa membenani dan memberatkan masyarakat “, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kebijakan wajib tes PCR akan diterapkan sebagai syarat perjalanan untuk moda transportasi selain udara.
Kebijakan tersebut, kata dia, bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya gelombang ketiga Covid-19 akibat libur Natal dan tahun baru (Nataru).
“Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Nataru,” kata Luhut dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Discussion about this post