UTUSANINDO.COM, JAKARTA- Anggota Komisi II DPR RI, Guspari Gaus mengatakan silang sengketa antara PTPN VIII dengan dengan pengelola ponpes Markaz Syariah milik Habib Rizieq telah menjadi polemik.
Keabsahan penguasaan dan pemanfaatan lahan oleh pihak ponpes diatas kapling seluas kurang lebih 31,91 ha yang berada di Desa Kuta Megamendung, Kabupaten Bogor telah di somasi oleh PTPN VIII lantaran pengelola Ponpes dianggap telah mendirikan bangunan di atas lahan miliknya.
Politisi PAN ini menuturkan, harus ditelaah asal mula dan kronoligis keberadaan ponpes milik HRS di lahan yang menjadi segketa itu. Perlu ditelusuri dulu status lahan dan bangunan ponpes tersebut.
Apakah hak pakai, jual beli atau gimana? Jangan hanya karena sekarang Habib Rizieq jadi sorotan, seolah semua tindakannya di permasalahkan, ujar Guspardi saat dihubungi, Senin (28/12/2020)
Permasalahan ini harus dilihat secara konprehensif, proporsional dan profersional. Bagaimanapun seharusnya semua pihak mengedepankan harmonisasi berbangsa dan bernegara.
Harus menonjolkan itu. Dikutip dari pemberitaan media massa, kalau memang negara memerlukannya, pihak FPI melalui kuasa hukumnya sudah menyatakan bersedia mengembalikannya lahan kepada PTPN VIII dengan syarat.
Tentu harus diberikan solusi yang baik , tidak serta merta disuruh keluar begitu saja. “Jangan sedikit-sedikit menampakkan kekuasaan,” ungkap Legislator dapil Sumbar 2 ini.
Oleh karena itu, pemerintah juga harus turun tangan menengahi permasalahan antara PT. PTPN VIII dengan pesantren pimpinan HRS itu.
Kementrian terkait seperti kementrian BUMN sebagai lembaga yang membawahi PTPN dan kementrian ATR/BPN dari segi “Legal Standing” harus melihat dan menelaah permasalahan ini secara jernih dan terang benderang.
Kemudian mencarikan jalan keluar yang solutif untuk kedua belah pihak. Tentunya harus ada “win-win solution” dan diharapkan jangan ada pihak yang dirugikan, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya diberitakan, kasus ini bermula dari surat somasi yang ditujukan kepada pengelola pondok pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang ditandatangani Direktur PTPN VII ( Persero ) Mohammad Yudayat.
Di dalam surat somasi, secara umum, menyatakan bahwa adanya permasalahan penguasaan fisik tanah hak guna usaha (HGU) tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.
Pihak FPI melalui kuasa hukumnya, mengklaim memiliki bukti atas kepemilikan aset negara tersebut. Bukti itu diperoleh melalui transaksi jual beli antara FPI dengan penjual (warga) dan diketahui oleh perangkat Desa, baik RT, RW setempat dan telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor.
Sementara Wakil Sekretaris Umum DPP FPI, Aziz Yanuar mengatakan pihaknya siap melepas lahan Ponpes Markaz Syariah di Megamendung, Bogor, Jawa Barat jika dibutuhkan negara. Namun, FPI menuntut ganti rugi atas lahan yang disomasi tersebut jika dilepas.
Alasannya, ia mengatakan pihaknya telah membangun lahan tersebut. Agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain.
Discussion about this post