UTUSANINDO.COM, (PADANG) – Penetapan status tersangka Mulyadi yang diduga melakukan pelanggaran Pemilu dihentikan oleh Bareskrim Mabes Polri melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
SP3 tertanggal 11 Desember 2020 itu tertuang dalam surat No B/1152/XII/2020/Dittipidum perihal Pemberitahuan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Polisi Andi Rian Djajadi, SIK.MH.
Sayangnya, SP3 terjadi setelah hari pencoblosan 9 Desember selesai. Mulyadi yang dari awal diperkirakan akan memenangkan Pilkada Gubernur Sumatera Barat akhirnya kalah karena didera oleh berita status tersangka pelanggaran Pemilu yang disampaikan Bareskrim.
Surat status tersangka Mulyadi itu menyebar luas ditengah masyarakat, bahkan ada pihak-pihak yang menyebarkan isu seakan-akan Mulyadi tersangka korupsi dan sudah ditahan oleh polisi, sehingga keikutsertaannya sebagai Calon Gubernur Sumbar dianulir.
Ditambah lagi ada statemen Komisioner KPU Sumbar Izwaryani di media yang menyatakan kalau Mulyadi terpilih bisa dibatalkan.
Pernyataan Izwaryani ini sangat mengherankan banyak pihak, karena seorang Komisioner KPU yang harusnya besikap netral justru melakukan pengiringan opini yang menjatuhkan elektabilitas Mulyadi menjelang hari pencoblosan,sangat bertentangan dengan kode etik seorang komisioner.
“Pernyataan Izwaryani membuat pemilih Mulyadi semakin ragu dan beralih sebagian ke paslon lain. Pemilih tidak tahu bahwa Mulyadi hanya tersangka pelanggaran Pilkada, yang biasanya hanya berupa ancaman denda, itupun kalau terbukti,” kata Mulyadi.
Opini masyarakat khususnya dua hari sebelum pencoblosan sudah digiring kepada sangkaan pembatalan jika terpilih, menyebabkan elektabiltas Mulyadi dari survey tanggal 25-30 November 2020 masih 37 % langsung terjun anjlok menjadi 27-28 % pada hari pencoblosan 9 Desember 2020
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Mulyadi, dengan santai Mulyadi menjawab bahwa itu sudah resiko politik.
“Dari awal Mulyadi dijagokan akan memenangkan Pilkada Pilgub Sumbar,sehingga ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mencari celah kelemahan paslon no urut satu ini. Apalagi partai yang mencalonkan adalah partai yang tidak berkuasa saat ini,sehingga instrumen hukum dengan mudah dimainkan. Tapi ingatlah Allah SWT Maha Adil,” kata Mulyadi yang tetap berkomitmen membantu Sumatera Barat dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat.
Mulyadi juga membenarkan bahwa penyebaran isu bahwa dirinya sudah ditahan polisi dan tidak bisa jadi Calon Gubernur lagi itu sangat masif di saat masa tenang. Tidak ada waktu lagi untuk menetralisirnya.
Mulyadi sebagai tokoh nasional yang sudah tiga periode menjadi anggota DPR RI memang berharap kualitas demokrasi di Pilkada Sumatera Barat tahun 2020 ini meningkat dibandingkan Pilkada tahun 2015.
Namun prakteknya tidak demikian, sejak awal Mulyadi sudah diserang dengan berbagai black campaign.
Namun serangan itu tidak mempan dan elektabilitas Mulyadi tetap tertinggi hingga sepekan menjelang Pilkada.
Maka empat hari sebelum pencoblosan Mulyadi dinyatakan tersangka, padahal hanya tersangka pelanggaran Pilkada, bukan kejahatan.
Menurut Mulyadi, pelanggaran yang dituduhkan adalah kampanye di luar jadual.
“Saya hadir wawancara atas undangan TV One dalam acara Coffee Break. Namun masyarakat sudah diracuni dengan informasi sesat bahwa saya ini tersangka dengan ancaman yang mengerikan. Sangat disayangkan pola pengiringan opini seperti ini terjadi di Sumatera Barat sebagai daerah yang merupakan biangnya demokrasi. Kita tidak tahu lagi seperti apa demokrasi kedepan apabila black campaign, hoax, sara dan provokasi menjadi penentu dalam kontestasi politik,” kata Mulyadi yang mengaku akan tetap konsisten berada di jalur politik. (*)
Discussion about this post