UTUSANINDO.COM, PADANG– Tentunya masih terpatri diingatan masyarakat Sumatera Barat khususnya dan Indonesia umumnya dengan penahanan almarhum Lehar CS, yang dituduh melakukan pemalsuan surat-surat kepemilikan tanah kaum MABOET.
Almarhum Lehar sebagai mamak kepala waris (MKW) kaum MABOET ditahan bersama 3 orang kemenakannya M. Yusuf, Yasri dan Eko, selama 78 hari.
Karena merasa tertekan secara psycologi, Lehar sebagai MKW akhirnya sakit, hanya sehari di rumah sakit akhirnya menghembuskan nafas terakhir, dan MKW diserahkan pada M. Yusuf yang saat itu masih menjadi tahanan Polda Sumbar, masa Irjend Toni Harmanto.
Penantian panjang kaum MABOET atas kepastian hukum yang dituduhkan pada mereka akhirnya tidak terbukti, dan pihak penyidik menghentikan penyidikannya, yang membuktikan kalau mereka bukan mafia tanah.
Surat pemberitahuan penghentian dan penyidikan dengan nomor B/2055/VIII/2022/Ditreskrimum, ditujukan pada Kekuasaan Tinggi Sumbar dengan tembusan M. Yusuf CS, diantarkan langsung pihak Reserse Umum Polda Sumbar, Kamis, (11/8/2022) pagi.
Saat surat pemberitahuan penghentian penyidikan diantar penyidik ke-kediaman MKW M. Yusuf, sudah ditunggu pihak keluarga dengan didampingi pengacara dari Kantor hukum GVA Gio Vanni Saputra,SH.
Pada kesempatan tersebut, M. Yusuf melalui pengacaranya mengatakan, sangat berterimakasih pada Kepolisian Daerah Sumbar di bawah komando Kapolda Teddy Minahasa, yang sudah melakukan penilaian hukum dengan objektif, sehingga keluar surat pemberitahuan penghentian penyidikan.
Dia juga mengatakan, kliennya selama ini merasa terzolimi, tertekan baik fisik maupun mental, bahkan ketika dibantar ke rumah sakit harus diborgol, layaknya seorang mafia.
“Selama 78 hari ditahan clien kami memang sangat tertekan, bahkan untuk dirawat saja harus diborgol, pada waktu itu buang air hanya dikasih waktu 2 menit, dpat dibayangkan betapa pedihnya,namun kami bangga serta berterimakasih pada pak Teddy yang benar-benar lurus dan objektif dalam mengambil tindakan,” tutur Gio menerangkan.
Ditambahkan Gio, dengan keluarnya SP3 tersebut kalau cliennya bukan mafia, dan akan mengambil langkah-langkah berikutnya, setelah melakukan pembicaraan dengan pihak keluarga dan lainnya, terhadap laporan terdahulu, karena secara fisik dan mental sudah merugikan cliennya.
“Dengan keluarnya SP3 ini kami akan mengambil langkah-langkah berikutnya untuk menyikapi apa yang sudah terjadi selama ini,” tambah Gio, yang dianggukkan M. Yusuf dan keluarga.
Keluarnya SP3 juga membuktikan kalau Dasar hukum tanah kaum MABOET Suku Sikumbang bukan mengada-ada, atau memang milik kaum, yakni,
1.Putusan PERDATA No. 90/1931
2. Surat Ukur No. 30/1917 skala 1:5000 (Kadastral)
3. Segel 5 Maret 1982 KAN Koto Tangah
4. Surat Kepala Kantor BPN Kota Padang 27 November 2017 prihal pemblokiran
5. Surat kepala kantor BPN tanggal 24 Juli 2019, prihal penetapan status tanah adat.
Sampai saat ini surat atau dasar hukum tersebut belum ada pembatalan, meskipun ada upaya masa Kapolda Tony Harmanto untuk “mengarahkan” pemalsuan tanda tangan tidak terbukti.
“Ini membuktikan kalau apa yang dituduhkan pada kami tidak terbukti, dan tanah tersebut milik kami dengan semua dokumen yang dikeluarkan oleh lembaga negara juga lembaga adat, kebenaran pasti akan terungkap dan kami tidak terbukti bersalah,” tutup M. Yusuf dengan perasaan plong.(***)
Discussion about this post